I. Pendahuluan
Pada tanggal 26 April 2025, sebuah insiden tragis terjadi di tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sebuah longsoran besar menimpa area tambang, menewaskan delapan pekerja yang sedang beraktivitas di lokasi tersebut. Kejadian ini memicu perhatian publik dan aparat penegak hukum, yang segera melakukan penyelidikan terhadap penyebab dan tanggung jawab atas insiden tersebut.
II. Kronologi Kejadian
A. Waktu dan Lokasi
Insiden terjadi pada pagi hari, sekitar pukul 08.00 WIB, di area tambang Gunung Kuda, yang dikenal sebagai lokasi penambangan batu alam. Lokasi ini sebelumnya telah beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah setempat.
B. Proses Penambangan dan Kejadian Longsor
Para pekerja sedang melakukan aktivitas penambangan dengan menggunakan alat berat dan manual. Tiba-tiba, tebing yang tidak stabil mengalami longsor, menimbun para pekerja yang berada di bawahnya. Tim SAR dan aparat kepolisian segera melakukan evakuasi, namun delapan orang dinyatakan tewas di lokasi.
III. Investigasi dan Penetapan Tersangka
A. Penyelidikan oleh Polres Cirebon
Polres Cirebon melakukan penyelidikan intensif terhadap insiden ini. Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan bahwa tambang tersebut beroperasi tanpa izin resmi, melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
B. Penetapan Tersangka
Dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini:
- SA (Ketua Koperasi Unit Desa Bumi Karya): Sebagai pengelola tambang, SA dianggap bertanggung jawab atas kelalaian dalam pengawasan dan pengelolaan tambang yang menyebabkan terjadinya longsor.
- SUR (Pengawas Tambang): Sebagai pengawas lapangan, SUR dianggap lalai dalam memastikan keselamatan kerja dan kondisi stabilitas tebing tambang.
Keduanya dijerat dengan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan Pasal 158 juncto Pasal 35 UU Minerba dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
IV. Masalah Perizinan dan Regulasi
A. Status Izin Tambang Gunung Kuda
Tambang Gunung Kuda diketahui beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah Kabupaten Cirebon. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap regulasi pertambangan yang ada, yang mengharuskan setiap aktivitas pertambangan memiliki izin yang sah.
B. Prosedur Perizinan yang Dilanggar
Prosedur perizinan pertambangan mencakup:
- Izin Usaha Pertambangan (IUP): Diberikan oleh pemerintah daerah setelah melalui proses evaluasi kelayakan teknis dan lingkungan.
- Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL): Studi yang wajib dilakukan untuk menilai dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan.
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Standar yang harus dipenuhi untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pelanggaran terhadap prosedur ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kecelakaan kerja, dan bahkan korban jiwa.
V. Tanggung Jawab Pengelola Tambang
A. Kewajiban Pengelola Tambang
Sebagai pengelola, SA dan SUR memiliki tanggung jawab untuk:
- Memastikan Keamanan dan Kesehatan Pekerja: Menyediakan alat pelindung diri, pelatihan keselamatan, dan prosedur darurat.
- Menjaga Stabilitas Tebing dan Lingkungan: Melakukan pemantauan rutin terhadap kondisi geologi dan lingkungan sekitar tambang.
- Mematuhi Regulasi dan Perizinan: Mengurus dan memperbarui izin yang diperlukan serta memastikan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
B. Kelalaian yang Terjadi
Dalam kasus ini, kelalaian yang terjadi antara lain:
- Tidak Adanya Izin Resmi: Tambang beroperasi tanpa IUP dan AMDAL yang sah.
- Pengawasan yang Lemah: Tidak ada pengawasan yang memadai terhadap kondisi tebing dan aktivitas penambangan.
- Kurangnya Pelatihan dan Alat K3: Pekerja tidak diberikan pelatihan keselamatan yang memadai dan tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang sesuai.
VI. Dampak Sosial dan Ekonomi
A. Kehilangan Nyawa Pekerja
Delapan pekerja yang tewas dalam insiden ini meninggalkan keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan sumber penghidupan. Hal ini menambah beban sosial bagi masyarakat sekitar yang bergantung pada aktivitas tambang.
B. Kerusakan Lingkungan
Operasional tambang ilegal dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti:
- Erosi dan Longsor: Penambangan yang tidak memperhatikan aspek geologi dapat menyebabkan longsoran dan kerusakan tanah.
- Pencemaran Air dan Tanah: Limbah tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari sumber air dan tanah di sekitar lokasi.
- Kehilangan Keanekaragaman Hayati: Penggundulan hutan dan perubahan ekosistem dapat mengancam spesies lokal.
C. Dampak Ekonomi Lokal
Meskipun tambang ilegal dapat memberikan lapangan pekerjaan sementara, namun dalam jangka panjang dapat merugikan ekonomi lokal karena:
- Kerugian Akibat Kerusakan Lingkungan: Biaya untuk rehabilitasi lingkungan yang rusak dapat sangat besar.
- Kehilangan Sumber Daya Alam: Penambangan yang tidak berkelanjutan dapat menghabiskan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
VII. Upaya Penegakan Hukum dan Tindakan Pemerintah
A. Penindakan Terhadap Pelaku Tambang Ilegal
Pemerintah melalui aparat penegak hukum harus:
- Menindak Tegas Pelaku Tambang Ilegal: Melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap pengelola tambang yang beroperasi tanpa izin.
- Menyita Aset dan Barang Bukti: Mengambil alih alat dan peralatan tambang yang digunakan dalam kegiatan ilegal.
VIII. Penegakan Hukum dan Tindakan Pemerintah (Lanjutan)
B. Pemeriksaan Aparat Terkait dan Dugaan “Permainan Izin”
Salah satu fokus utama dalam penyelidikan adalah dugaan keterlibatan oknum pemerintah atau aparat dalam membiarkan aktivitas tambang ilegal beroperasi begitu lama. Muncul dugaan bahwa terdapat praktik suap atau kolusi dalam proses pengawasan dan penerbitan izin, yang disebut masyarakat sebagai “permainan izin”.
Polisi, melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat, mulai memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat daerah dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup, dan pejabat di kecamatan serta desa.
Indikasi “permainan izin” yang tengah diselidiki antara lain:
- Izin usaha tambang yang tidak dikeluarkan secara resmi, tetapi lokasi dibiarkan beroperasi selama bertahun-tahun.
- Laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti oleh aparat terkait.
- Dugaan aliran dana dari pemilik tambang ke sejumlah pejabat untuk “memuluskan” kegiatan tambang.
Polda Jawa Barat menegaskan bahwa kasus ini tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, tetapi akan diusut hingga ke aktor-aktor “di balik layar”.
IX. Reaksi Publik dan Dukungan Lembaga Sipil
A. Tuntutan Transparansi dan Keadilan
Lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis lingkungan, dan komunitas jurnalis menyerukan proses hukum yang transparan dan tegas. Mereka menilai, kasus ini adalah cerminan dari lemahnya pengawasan dan kuatnya praktik tambang ilegal yang dilindungi oleh kekuasaan.
Beberapa LSM mengeluarkan pernyataan bersama, menyerukan:
- Audit menyeluruh terhadap semua tambang di wilayah Cirebon dan Jawa Barat.
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap oknum pejabat yang terlibat.
- Perlindungan terhadap saksi, keluarga korban, dan pelapor.
B. Aksi Solidaritas dan Advokasi
Masyarakat sekitar, termasuk keluarga korban, melakukan aksi damai di depan kantor Bupati Cirebon dan Mapolres. Mereka menuntut:
- Kompensasi dan jaminan sosial bagi keluarga korban.
- Penutupan permanen tambang Gunung Kuda.
- Rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat aktivitas penambangan.
X. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
A. Evaluasi Tata Kelola Tambang
Pemerintah Kabupaten Cirebon menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua aktivitas penambangan di wilayahnya. Plt. Bupati Cirebon menyampaikan bahwa tidak akan ada lagi toleransi terhadap tambang ilegal dan pengabaian terhadap keselamatan kerja.
B. Revisi Regulasi dan Pengawasan
Beberapa langkah strategis yang sedang disiapkan:
- Membentuk tim terpadu untuk inspeksi dan penertiban tambang ilegal.
- Menyusun peraturan daerah (perda) baru yang memperketat izin dan pengawasan lingkungan tambang.
- Membuka saluran pengaduan masyarakat berbasis digital terkait aktivitas tambang yang mencurigakan.
XI. Analisis Hukum dan Sistemik
A. Kelemahan dalam Sistem Perizinan
Kasus ini mengungkap beberapa kelemahan sistemik:
- Terlalu banyak lembaga yang berwenang (tumpang tindih).
- Prosedur yang panjang dan birokratis membuat banyak pelaku memilih jalan ilegal.
- Minimnya transparansi dan akses publik terhadap data perizinan.
B. Perlunya Reformasi Regulasi
Ahli hukum lingkungan menyarankan perlunya:
- Digitalisasi dan keterbukaan data izin tambang.
- Mekanisme partisipasi publik dalam proses evaluasi AMDAL dan perizinan.
- Pemberian sanksi administratif secara cepat terhadap tambang yang melanggar.
XII. Pembelajaran dari Kasus Tambang Gunung Kuda
A. Apa yang Bisa Dipelajari
- Kegiatan ekonomi ilegal meskipun menciptakan lapangan kerja tidak bisa dibenarkan jika mengabaikan keselamatan dan hukum.
- Penegakan hukum harus menyasar akar permasalahan, bukan hanya pelaku teknis.
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan sangat penting.
B. Pentingnya Kesadaran Kolektif
Kasus ini bisa menjadi momentum untuk membangun kesadaran bersama bahwa praktik penambangan harus memperhatikan:
- Lingkungan hidup.
- Hak pekerja.
- Keadilan sosial dan hukum.
XIII. Kesimpulan
Tragedi longsor di tambang Gunung Kuda, Cirebon, adalah refleksi dari kegagalan sistemik dalam pengelolaan sumber daya alam, pengawasan, serta penerapan hukum. Penetapan pemilik tambang sebagai tersangka hanyalah awal dari proses panjang menuju keadilan.
Penyidikan terhadap “permainan izin” harus terus dilakukan secara tuntas agar tragedi serupa tidak terulang. Masyarakat, media, dan lembaga hukum harus bekerja sama untuk memastikan bahwa keselamatan manusia dan keberlanjutan lingkungan menjadi prioritas utama di atas keuntungan ekonomi jangka pendek.
XIV. Rekomendasi Kebijakan
- Reformasi perizinan tambang berbasis transparansi digital.
- Penegakan hukum menyeluruh terhadap pelaku, termasuk oknum pejabat.
- Rehabilitasi lingkungan pasca longsor oleh negara atau pelaku usaha.
- Kompensasi dan pemulihan hak keluarga korban.
- Edukasi masyarakat tentang risiko tambang ilegal dan hak-hak pekerja.
XV. Upaya Pemulihan Pasca Longsor
A. Evakuasi dan Penanganan Korban
Setelah insiden longsor, tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, dan relawan dikerahkan untuk melakukan pencarian korban. Proses evakuasi berlangsung selama beberapa hari dengan kesulitan besar akibat medan berbatu dan rawan longsor susulan.
Beberapa tindakan darurat yang dilakukan:
- Penggunaan alat berat untuk mengangkat puing dan bebatuan.
- Penempatan posko darurat untuk keluarga korban.
- Bantuan logistik dan dukungan psikologis untuk korban selamat dan keluarga.
B. Bantuan dan Kompensasi
Kementerian Sosial memberikan bantuan tunai dan santunan kematian kepada keluarga korban. Namun, banyak keluarga yang menilai bantuan tersebut belum sepadan dengan kehilangan yang mereka alami. LSM HAM dan lingkungan juga mendorong:
- Audit kompensasi dari pihak tambang atau koperasi yang bertanggung jawab.
- Gugatan perdata, bila negara tidak mengambil langkah hukum yang cukup.
XVI. Keterlibatan Pemerintah Pusat
A. Kementerian ESDM Turun Tangan
Setelah kejadian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) langsung menurunkan tim inspeksi untuk mengecek legalitas dan kondisi lapangan tambang-tambang sejenis di Jawa Barat. Menteri ESDM menyatakan akan melakukan:
- Moratorium izin baru di wilayah rawan longsor.
- Evaluasi total terhadap tambang yang beroperasi tanpa pengawasan.
- Pembuatan sistem pelaporan publik terhadap aktivitas tambang mencurigakan.
B. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
KLHK turut serta menilai dampak ekologis dari kejadian longsor. Kerusakan vegetasi, hilangnya habitat lokal, dan potensi pencemaran tanah menjadi fokus utama. KLHK berencana:
- Menyusun peta kerentanan ekologi kawasan tambang di Jawa Barat.
- Menuntut pemulihan lahan sesuai amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
XVII. Perbandingan Kasus Tambang Ilegal di Indonesia
A. Kasus Tambang Timah di Bangka Belitung
Tambang timah ilegal yang menyebabkan kecelakaan kerja dan pencemaran laut memberikan pelajaran penting: lemahnya penegakan hukum dapat memicu kerusakan jangka panjang yang merugikan negara dan rakyat.
B. Tambang Batu di Kabupaten Bogor
Sama seperti Cirebon, sejumlah lokasi tambang batu di Bogor kerap menimbulkan longsor karena aktivitas eksploitasi tanpa izin atau di luar zona yang diperbolehkan.
Pelajaran yang dapat diambil:
- Perlunya audit nasional terhadap semua tambang aktif.
- Pembentukan satuan tugas lintas sektor untuk pengawasan tambang ilegal.
- Penggunaan citra satelit untuk memantau aktivitas tambang.
XVIII. Strategi Pencegahan dan Regulasi Baru
A. Reformasi Sistem Izin Tambang
- Penerapan sistem satu pintu terintegrasi dengan basis data terbuka.
- Partisipasi masyarakat dalam verifikasi lapangan sebelum izin diberikan.
- Mekanisme audit tahunan untuk memastikan kelayakan teknis dan lingkungan.
B. Edukasi Masyarakat Lokal
- Pelatihan masyarakat sekitar tambang tentang hak-hak mereka.
- Sosialisasi bahaya tambang ilegal dan mekanisme pelaporan ke aparat.
C. Insentif dan Sertifikasi untuk Tambang Legal
- Pemberian insentif pajak atau kemudahan bagi tambang legal yang ramah lingkungan dan patuh aturan.
- Sertifikasi “tambang hijau” untuk menilai komitmen terhadap keselamatan dan keberlanjutan.
XIX. Peran Media dan Teknologi Informasi
A. Media sebagai Pengawas Sosial
Media berperan penting dalam membuka tabir “permainan izin” dan menjadi corong suara korban serta masyarakat lokal. Dalam kasus Gunung Kuda, media lokal dan nasional berhasil mengangkat isu ini ke tingkat nasional dan mendorong penindakan hukum.
B. Teknologi untuk Transparansi dan Monitoring
- Pemanfaatan drone dan satelit untuk memantau perubahan topografi tambang.
- Sistem pelaporan berbasis aplikasi seperti “Lapor Galian” oleh masyarakat.
XX. Penutup: Refleksi dan Masa Depan Pertambangan di Indonesia
Kejadian longsor tambang Gunung Kuda bukan hanya tragedi lokal, tapi cermin kegagalan nasional dalam mengelola sumber daya alam secara adil dan aman. Penetapan pemilik tambang sebagai tersangka dan penyelidikan atas “permainan izin” membuka harapan bahwa negara serius menegakkan hukum. Namun, ke depan, hanya perubahan struktural dan kesadaran kolektif yang dapat mencegah tragedi serupa.
Poin penting yang perlu menjadi pegangan:
- Keadilan bagi korban harus ditegakkan hingga tuntas.
- Reformasi tata kelola tambang adalah keharusan, bukan pilihan.
- Tambang hanya boleh beroperasi jika tidak mengorbankan manusia dan lingkungan.
XXI. Rangkuman dan Kesimpulan Umum
Kasus longsor di tambang Gunung Kuda, Cirebon, menjadi momen reflektif bagi banyak pihak—dari pemerintah, pelaku tambang, masyarakat, hingga media. Kejadian ini tidak hanya menelan delapan korban jiwa, tetapi juga menguak bobroknya tata kelola pertambangan di tingkat lokal dan potensi korupsi dalam proses perizinan.
Rangkuman Kunci:
- Kronologi: Longsor terjadi pada 26 April 2025, menewaskan 8 orang di tambang ilegal Gunung Kuda.
- Tersangka: Ketua koperasi (SA) dan pengawas tambang (SUR) ditetapkan sebagai tersangka.
- Legalitas: Tambang diketahui beroperasi tanpa izin usaha pertambangan (IUP) maupun AMDAL.
- Dugaan “Permainan Izin”: Polisi menyelidiki potensi suap atau kolusi dalam proses pembiaran tambang ilegal.
- Reaksi Publik: LSM, aktivis, dan keluarga korban menuntut keadilan dan reformasi.
- Langkah Pemerintah: Pemerintah pusat dan daerah melakukan audit, inspeksi, dan evaluasi menyeluruh terhadap tambang-tambang bermasalah.
- Reformasi yang Dibutuhkan: Tata kelola izin, sistem pengawasan, perlindungan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat harus diperkuat.
- Solusi Jangka Panjang: Digitalisasi izin tambang, sertifikasi “tambang hijau”, audit rutin, dan partisipasi publik sebagai pengawas aktif.
XXII. Lampiran Data Tambahan
No | Aspek | Informasi |
---|---|---|
1 | Lokasi | Gunung Kuda, Desa Cipanas, Dukupuntang, Cirebon |
2 | Tanggal Kejadian | 26 April 2025 |
3 | Korban Jiwa | 8 orang |
4 | Tersangka Ditetapkan | 2 orang: SA (Ketua Koperasi) dan SUR (Pengawas Tambang) |
5 | Jenis Tambang | Batu alam |
6 | Status Izin | Tidak memiliki IUP dan AMDAL |
7 | Pasal yang Dikenakan | Pasal 359 KUHP dan Pasal 158 UU Minerba |
8 | Respon Pemerintah | Audit, moratorium izin, pembentukan satgas pemantauan |
9 | Dukungan Sosial | Bantuan Kemensos, advokasi LSM, dukungan komunitas lokal |
10 | Potensi Kerusakan Lingkungan | Tinggi (tebing tidak stabil, ancaman pencemaran tanah dan air) |
XXIII. Referensi dan Sumber Resmi
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Laporan Media: Kompas, CNN Indonesia, Detik, Tempo – April–Mei 2025.
- Pernyataan Kapolres Cirebon dan Dirreskrimsus Polda Jabar (konferensi pers 28 April 2025).
- Data resmi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cirebon.
- Analisis LSM Walhi Jawa Barat, ELSAM, dan Jatam.
- Rilis pers Kementerian ESDM dan KLHK terkait investigasi pasca-kejadian.
XXIV. Kata Penutup
Dalam negara hukum, kehilangan nyawa akibat kelalaian dan praktik ilegal tidak boleh dianggap wajar, apalagi dibiarkan. Tambang bukan sekadar urusan bisnis atau pembangunan ekonomi—tetapi menyangkut keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan. Tragedi di Cirebon menjadi pengingat keras bagi seluruh pemangku kebijakan: bahwa penegakan hukum harus merata, tanpa pengecualian, dan bahwa nyawa manusia tidak boleh dikorbankan atas nama “pembangunan.”
Kini saatnya bertindak, bukan sekadar berjanji.
XXV. Aksi Nyata dan Peran Setiap Pihak ke Depan
A. Pemerintah Daerah
✅ 1. Penataan Kembali Wilayah Pertambangan
- Revisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) untuk mempertegas zona yang diperbolehkan untuk pertambangan.
- Penghentian sementara semua tambang bermasalah hingga dilakukan audit menyeluruh.
✅ 2. Inspeksi Berkala dan Satgas Terpadu
- Pembentukan Satgas Pengawasan Tambang Ilegal (bersama Kepolisian, Dinas ESDM, DLH, dan Kejaksaan).
- Publikasi hasil inspeksi untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas.
B. Pemerintah Pusat
✅ 1. Evaluasi UU Minerba dan Sistem Perizinan
- Penerapan sistem digital terintegrasi nasional untuk pengajuan dan pemantauan izin tambang.
- Keterlibatan KPK dalam pengawasan sistem izin tambang untuk mencegah korupsi.
✅ 2. Rehabilitasi Nasional Lingkungan Tambang
- Program restorasi lingkungan pada area tambang yang rusak.
- Mewajibkan pelaku tambang menanam kembali dan membayar dana reklamasi.
C. Penegak Hukum
✅ 1. Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
- Tidak hanya mengadili operator lapangan, tapi juga mengejar “aktor di balik layar”.
- Pemanfaatan UU Tindak Pidana Korupsi jika ada unsur gratifikasi dalam pemberian izin.
✅ 2. Perlindungan Whistleblower dan Saksi
- Bekerja sama dengan LPSK untuk memberi perlindungan bagi pelapor yang membongkar praktik ilegal.
D. Masyarakat dan Media
✅ 1. Jurnalisme Investigasi dan Edukasi Lingkungan
- Media dapat menjadi mitra kritis untuk menelusuri “rantai permainan izin”.
- Edukasi publik soal risiko tambang ilegal dan hak atas lingkungan sehat.
✅ 2. Pelibatan Komunitas Lokal
- Membentuk kelompok pemantau tambang berbasis warga.
- Program pelatihan masyarakat tentang tata kelola tambang ramah lingkungan.
XXVI. Ilustrasi Infografis yang Direkomendasikan
Jika kamu ingin memvisualisasikan isi artikel ini ke dalam media sosial atau bahan edukasi, berikut beberapa ide infografis:
- “5 Fakta Tragedi Longsor Tambang Cirebon”
- “Skema Dugaan Permainan Izin Tambang”
- “Langkah-Langkah Audit Tambang Bermasalah”
- “Hak-Hak Keluarga Korban Tambang”
- “Apa Itu Izin Usaha Pertambangan (IUP)?”
Saya bisa bantu mendesain infografis itu dalam gaya profesional—hanya perlu kamu tentukan: ingin dalam format gambar, presentasi, atau PDF?
XXVII. Penawaran untuk Aksi Lanjutan
✅ Ingin membuat:
- Petisi online untuk mendorong moratorium tambang ilegal?
- Surat terbuka kepada Bupati atau Menteri ESDM?
- Draft laporan investigatif untuk media atau NGO?
Silakan beri tahu. Saya bisa bantu merancang seluruh dokumennya.
baca juga : Rekap Hasil Singapore Open 2025: Rehan/Gloria Lengkapi Lima Wakil Indonesia ke Babak Kedua